Perkenalkan nama saya Edho Pratama Bisma Andika lahir di
Depok pada tanggal 12 Agustus 1994. Saat ini saya tengah menjalani studi
jenjang S1 jurusan Teknik Informatika di Universitas Gunadarma.
Disini saya
ingin menceritakan pengalaman pribadi saya tentang mengendalikan diri ketika
emosi. Pada umumnya perasaan emosi pastilah dimiliki oleh setiap orang,
termasuk saya. Dapat dikatakan dahulu saat remaja saya termasuk orang yang
sangat tempramental, dimana saya seringkali meledak-ledak karena sulit mengendalikan
emosi. Sejak kecil, remaja bahkan sampai menjelang dewasa saat ini sering kali
saya mendapatkan masalah yang cukup memancing emosi saya.
Saat SD, saya masuk sekolah negeri, yaitu SDN Beji 7
Depok. Saat itu saya merupakan sosok yang pendiam dan pemalu, saya sangat suka
memakai topi saat sekolah, bahkan sampai guru menegur saya karena di kelas pun
saya tidak mau melepasnya. Sebenarnya alasan saya sangat suka menggunakan topi karena
saya sangat tidak percaya diri, saat itu saya sering kali dibully karena bentuk
rambut saya yang berbentuk seperti mangkok, saat itu entah bagaimana setiap
kali saya cukur rambut, model rambut saya selalu seperti itu, karena itu saya
sampai mendapat panggilan rambut
mangkok. Selain candaan tentang rambut, saat SD sering juga saling bercanda
menggunakan nama orang orang tua. Ada saatnya pada waktu itu saya sudah sangat
tidak tahan mendapatkan candaan berupa cacian tersebut, ya karena waktu itu
masih kekanakan hal kecil bercanda seperti itu pun dapat memancing emosi saya
pribadi. Karena hal tersebut beberapa kali emosi saya terpancing dan berkelahi
dengan teman saya, ya karena kini saya sudah cukup dewasa, mengingat hal
tersebut malah menjadi kenangan lucu tersendiri, jika dipikir-pikir hal
pembullyan tersebut hanya sebatas keakraban pertemanan saja, tidak seharusnya
saya terpancing emosi hanya karena hal tersebut.
Saat SMP, saat
itu saya masuk sekolah negeri lagi, yaitu SMPN 5 Depok, saya bertemu dengan
teman-teman baru, memang pembullyan yang dulu di SD tentang candaan tersebut tidak
lagi terulang, namun pembullyan yang saya alami di SMP ternyata jauh lebih
keras. Tidak seperti candaan berupa cacian seperti di SD, di SMP pembullyannya
lebih berupa ke fisik dan mental. Tidak dapat dipungkiri, saat itu di sekolah
saya dapat dikatakan ada sistem senioritas sangat parah, saat baru masuk kelas
1, kakak kelas dan alumni hampir setiap hari memalak kami siswa baru, pemalakan
tersebut diiringi ancaman yang membuat saya dan teman-teman ketakutan, jika
kami tidak memberi uang, langsung diancam akan dipukuli senior. Entah mengapa
saat itu tidak ada berani yang melapor kepada pihak sekolah tentang hal
tersebut, termasuk saya pribadi, saya hanya dapat pasrah memberikan uang demi
menghindari ancaman mereka.
Pada suatu saat emosi saya terpancing karena saya
merasa sangat dipaksa, alhasil tanpa mempedulikan rasa takut saya terhadap
ancamannya tersebut saya membela diri
dengan cara menolak dan menghindari mereka, tapi karena hal tersebut justru
saya dikucilkan dan diajak berkelahi, ya akhirnya hal tersebut terdengar orang
pihak sekolah dan saya dipanggil oleh guru bimbingan konseling. Disana saya
menceritakan apa adanya degan sejujur-jujurnya, sampai akhirnya kejadian
pemalakan yang telah terjadi terulang-ulang selama itu terungkap, pihak sekolah
menyuruh saya menyebutkan satu-per satu siapa saya yang melakukan pemalakan
tersebut. Alhasil orang-orang yang melakukan pemalakan dipanggil dan mendapat
teguran serta peringatan keras dari sekolah. Namun hal tersebut tidak selesai
sampai disana. Setelah itu saya dimusuhi mereka yang namanya saya laporkan,
sering kali saya dijahili, diganggu bahkan diancam. Namun saat itu saya tidak
lagi menangani hal tersebut dengan fisik, saya sudah belajar dari pengalaman,
dimana fisik tidak dapat menyelesaikan masalah. Untuk menghindari terpancingnya
emosi saya kembali, saat itu bila saya mendapatkan ancaman apa pun, saya akan segera
melapor ke pihak sekolah. Oleh karena itu tidak ada lagi yang berani menggagu
saya, ya mereka yang bersalah memang
menjadi tidak suka terhadap saya, saya dibilang pecundang karena beraninya
hanya mengadu saja, namun dibalik itu jauh lebih banyak teman-teman yang
mendukung dan suka terhadap saya, karena saya merupakan salah satu yang berani melaporkan
pemalakan tersebut. Ya dari sanalah saya belajar bahwa menyelesaikan masalah
dengan cerdik dan pikiran yang tenang akan jauh lebih baik dari pada
menggunakan emosi dan kekerasan.
Setelah saya lulus SMP, saya masuk SMK jurusan teknik
komputer dan pemrograman jaringan dan sampai saat ini saya tengah studi S1 di
universitas gunadarma, pembullyan tersebut tidak terulang lain. Saya sangat
bersyukur bahwa pengalaman pembullyan yang saya alami tidak terulang lagi
selama ini. Ya diluar masalah tentang pembullyan itu memang tetap ada saja
masalah pribadi lain yang saya dapati, baik dalam urusan pekerjaan dan lain
sebagainya. Layaknya manusia normal, seiring bertambahnya usia saya tidak henti
menemukan dan mendapatkan masalah, namun karena pengalaman saya, dan cara fikir
saya yang kini telah berkembang, saya sudah dapat menyikapi masalah dengan jauh
lebih bijak. Segala masalah dapat saya selesaikan dengan cara musyawarah tanpa
harus emosi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar