Sabtu, 16 April 2016

Tulisan Pribadi tentang Mengendalikan Diri Ketika Emosi

           Perkenalkan nama saya Edho Pratama Bisma Andika lahir di Depok pada tanggal 12 Agustus 1994. Saat ini saya tengah menjalani studi jenjang S1 jurusan Teknik Informatika di Universitas Gunadarma.
Disini saya ingin menceritakan pengalaman pribadi saya tentang mengendalikan diri ketika emosi. Pada umumnya perasaan emosi pastilah dimiliki oleh setiap orang, termasuk saya. Dapat dikatakan dahulu saat remaja saya termasuk orang yang sangat tempramental, dimana saya seringkali meledak-ledak karena sulit mengendalikan emosi. Sejak kecil, remaja bahkan sampai menjelang dewasa saat ini sering kali saya mendapatkan masalah yang cukup memancing emosi saya.

Saat SD, saya masuk sekolah negeri, yaitu SDN Beji 7 Depok. Saat itu saya merupakan sosok yang pendiam dan pemalu, saya sangat suka memakai topi saat sekolah, bahkan sampai guru menegur saya karena di kelas pun saya tidak mau melepasnya. Sebenarnya alasan saya sangat suka menggunakan topi karena saya sangat tidak percaya diri, saat itu saya sering kali dibully karena bentuk rambut saya yang berbentuk seperti mangkok, saat itu entah bagaimana setiap kali saya cukur rambut, model rambut saya selalu seperti itu, karena itu saya sampai  mendapat panggilan rambut mangkok. Selain candaan tentang rambut, saat SD sering juga saling bercanda menggunakan nama orang orang tua. Ada saatnya pada waktu itu saya sudah sangat tidak tahan mendapatkan candaan berupa cacian tersebut, ya karena waktu itu masih kekanakan hal kecil bercanda seperti itu pun dapat memancing emosi saya pribadi. Karena hal tersebut beberapa kali emosi saya terpancing dan berkelahi dengan teman saya, ya karena kini saya sudah cukup dewasa, mengingat hal tersebut malah menjadi kenangan lucu tersendiri, jika dipikir-pikir hal pembullyan tersebut hanya sebatas keakraban pertemanan saja, tidak seharusnya saya terpancing emosi hanya karena hal tersebut.
            Saat SMP, saat itu saya masuk sekolah negeri lagi, yaitu SMPN 5 Depok, saya bertemu dengan teman-teman baru, memang pembullyan yang dulu di SD tentang candaan tersebut tidak lagi terulang, namun pembullyan yang saya alami di SMP ternyata jauh lebih keras. Tidak seperti candaan berupa cacian seperti di SD, di SMP pembullyannya lebih berupa ke fisik dan mental. Tidak dapat dipungkiri, saat itu di sekolah saya dapat dikatakan ada sistem senioritas sangat parah, saat baru masuk kelas 1, kakak kelas dan alumni hampir setiap hari memalak kami siswa baru, pemalakan tersebut diiringi ancaman yang membuat saya dan teman-teman ketakutan, jika kami tidak memberi uang, langsung diancam akan dipukuli senior. Entah mengapa saat itu tidak ada berani yang melapor kepada pihak sekolah tentang hal tersebut, termasuk saya pribadi, saya hanya dapat pasrah memberikan uang demi menghindari ancaman mereka.
Pada suatu saat emosi saya terpancing karena saya merasa sangat dipaksa, alhasil tanpa mempedulikan rasa takut saya terhadap ancamannya tersebut  saya membela diri dengan cara menolak dan menghindari mereka, tapi karena hal tersebut justru saya dikucilkan dan diajak berkelahi, ya akhirnya hal tersebut terdengar orang pihak sekolah dan saya dipanggil oleh guru bimbingan konseling. Disana saya menceritakan apa adanya degan sejujur-jujurnya, sampai akhirnya kejadian pemalakan yang telah terjadi terulang-ulang selama itu terungkap, pihak sekolah menyuruh saya menyebutkan satu-per satu siapa saya yang melakukan pemalakan tersebut. Alhasil orang-orang yang melakukan pemalakan dipanggil dan mendapat teguran serta peringatan keras dari sekolah. Namun hal tersebut tidak selesai sampai disana. Setelah itu saya dimusuhi mereka yang namanya saya laporkan, sering kali saya dijahili, diganggu bahkan diancam. Namun saat itu saya tidak lagi menangani hal tersebut dengan fisik, saya sudah belajar dari pengalaman, dimana fisik tidak dapat menyelesaikan masalah. Untuk menghindari terpancingnya emosi saya kembali, saat itu bila saya mendapatkan ancaman apa pun, saya akan segera melapor ke pihak sekolah. Oleh karena itu tidak ada lagi yang berani menggagu saya,  ya mereka yang bersalah memang menjadi tidak suka terhadap saya, saya dibilang pecundang karena beraninya hanya mengadu saja, namun dibalik itu jauh lebih banyak teman-teman yang mendukung dan suka terhadap saya, karena saya merupakan salah satu yang berani melaporkan pemalakan tersebut. Ya dari sanalah saya belajar bahwa menyelesaikan masalah dengan cerdik dan pikiran yang tenang akan jauh lebih baik dari pada menggunakan emosi dan kekerasan.

Setelah saya lulus SMP, saya masuk SMK jurusan teknik komputer dan pemrograman jaringan dan sampai saat ini saya tengah studi S1 di universitas gunadarma, pembullyan tersebut tidak terulang lain. Saya sangat bersyukur bahwa pengalaman pembullyan yang saya alami tidak terulang lagi selama ini. Ya diluar masalah tentang pembullyan itu memang tetap ada saja masalah pribadi lain yang saya dapati, baik dalam urusan pekerjaan dan lain sebagainya. Layaknya manusia normal, seiring bertambahnya usia saya tidak henti menemukan dan mendapatkan masalah, namun karena pengalaman saya, dan cara fikir saya yang kini telah berkembang, saya sudah dapat menyikapi masalah dengan jauh lebih bijak. Segala masalah dapat saya selesaikan dengan cara musyawarah tanpa harus emosi.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar